Ilmu adalah sesuatu yang dapat membuat seseorang untuk lebih
mengerti akan suatu hal dengan cara melalui pengajaran. Ilmu bisa diperoleh
melaui lingkungan sekitar ataupun di dalam lembaga pendidikan seperti sekolah,
akademi, universitas, ataupun lembaga bimbingan. Ilmu dibagi menjadi dua, yaitu
ilmu akademik dan ilmu non-akademik.
Kualitas hidup dari seseorang sangat dipegaruhi oleh ilmu
yang dimiliki. Semakin tinggi ilmu yang dimiliki maka peluang seseorang untuk
meningkatkan kualitas hidup menjadi semakin terbuka lebar. Untuk menuntut ilmu
yang nantinya dapat dimanfaatkan untuk bekerja, maka didirikanlah suatu lembaga
pendidikan. Dengan adanya lembaga pendidikan diharapkan seseorang dapat
memperoleh ilmu secara formal yang disertai dengan adanya bukti kelulusan yang
nantinya dapat dimanfaatkan untuk melamar pekerjaan di suatu instansi.
HAL DALAM SIKAP ILMIAH
Sikap ilmiah adalah sikap yang seharusnya dimiliki oleh
setiap ilmuwan dalam melakukan tugasnya (memelajari, meneruskan,
menolak/menerima serta mengubah/menambah suatu ilmu). Untuk mencapai suatu
pengetahuan yang ilmiah dan obyektif diperlukan sikap yang bersifat ilmiah,
yang meliputi empat hal yaitu :
1. Tidak ada perasaan yang bersifat pamrih sehingga menacapi
pengetahuan ilmiah yang obeyktif .
2. Selektif, artinya mengadakan pemilihan terhadap problema
yang dihadapi supaya didukung oleh fakta atau gejala, dan mengadakan pemilihan
terhadap hipotesis yang ada.
3. Kepercayaan yang layak terhadap kenyataan yang tak dapat
diubah maupun terhadap indera dan budi yang digunakan untuk mencapai ilmu.
4. Merasa pasti bahwa setiap pendapat, teori maupun aksioma
terdahulu telah mencapai kepastian, namun masih terbuka untuk dibuktikan
kembali.
TEKNOLOGI
Teknologi adalah pemanfaatan ilmu untuk memecahkan suatu
masalah dengan cara mengerahkan semua alat yang sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan
dan skala nilai yang ada. Teknologi bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah
praktis serta untuk mengatasi semua kesulitan yang mungkin dihadapi.
Yang dimaksud dengan teknologi tepat guna adalah suatu
teknologi yang telah memenuhi tiga syarat utama yaitu :
1. Persyaratan Teknis:
a. memperhatikan
kelestarian tata lingkungan hidup, menggunakan sebanyak mungkin bahan baku dan sumber energi setempat dan sesedikit mungkin menggunakan bahan impor.
b. jumlah
produksi harus cukup dan mutu produksi harus diterima oleh pasar yang ada.
c. menjamin agar hasil dapat diangkut ke pasaran dan masih
dapat dikembangkan, sehingga dapat dihindari kerusakan atas mutu hasil.
d. memperlihatkan
tersedianya peralatan serta operasi dan perawatannya.
2. Persyaratan Sosial:
a. memanfaatkan
keterampilan yang sudah ada
b. menjamin timbulnya perluasan lapangan kerja yang dapat terus
menerus berkembang
c. menekan seminimum mungkin pergeseran tenaga kerja yang
mengakibatkan bertambahnya pengangguran.
d. membatasi sejauh mungkin timbulnya ketegangan sosial dan
budaya dengan mengatur agar peningkatan produksi berlangsung dalam batas-batas
tertentu sehingga terwujud keseimbangan sosial dan budaya yang dinamis.
Selain menimbulkan dampak positif bagi kehidupan manusia,
terutama mempermudah pelaksanaan kegiatan dalam hidup, teknologi juga memiliki
berbagai dampak negatif jika tidak dimanfaatkan secara baik. Contoh masalah
akibat perkembangan teknologi adalah kesempatan kerja yang semakin kurang sementara
angkatan kerja makin bertambah, masalah penyediaan bahan-bahan dasar sebagai
sumber energi yang berlebihan dikhawatirkan akan merugikan generasi yang akan
datang.
ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI DAN NILAI
Ilmu pengetahuan dan teknologi sering dikaitkan dengan nilai
atau moral. Hal ini besar perhatiannya tatkala dirasakan dampaknya melalui
kebijaksanaan pembangunan, yang pada hakikatnya adalah penerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Penerapan ilmu pengetahuan khususnya teknologi
sering kurang memperhatikan masalah nilai, moral atau segi-segi manusiawinya.
Keadaan demikian tidak luput dari falsafah pembangunannya itu sendiri, dalam
menentukan pilihan antara orientasi produksi dengan motif
ekonomi yang kuat, dengan orientasi nilai yang menyangkut segi-segi kemanusiaan
yang terkadang harus dibayar lebih mahal.
Ilmu dapatlah dipandang sebagai produk, sebagai proses, dan
sebagai paradigma etika (Jujun S. Suriasumantri, 1984). Ilmu dipandang sebagai
proses karena ilmu merupakan hasil darikegiatan sosial, yang berusaha memahami
alam, manusia dan perilakunya baik secara individu atau kelompok. Apa yang
dihasilkan oleh ilmu pengetahuan seperti sekarang ini, merupakan hasil
penalaran (rasio) secara objektif. Ilmu sebagai produk artinya ilmu diperoleh
dari hasil metode keilmuwan yang diakui secara umum dan universal sifatnya.
Oleh karena itu ilmu dapat diuji kebenarannya, sehingga tidak mustahil suatu
teori yang sudah mapan suatu saat dapat ditumbangkan oleh teori lain. Ilmu
sebagai ilmu, karena ilmu selain universal, komunal, juga alat menyakinkan
sekaligus dapat skeptis, tidak begitu saja mudah menerima kebenaran.
IImu adalah bukan tujuan tetapi sebagai alat atau sarana
dalam rangka meningkatkan taraf hidup manusia. dengan memperhatikan dan
mengutamakan kodrat dan martabat manusia serta menjaga kelestarian lingkungan
alam.
Kini sikap ilmuwan dibagi menjadi dua golongan :
1) Golongan yang
menyatakan ilmu dan teknologi adalah bersifat netral terhadap nilai-nilai baik
secara ontologis maupun secara aksiologis, soal penggunaannya terserah kepada
si ilmuwan itu sendiri, apakah digunakan untuk tujuan baik atau tujuan buruk.
Golongan ini berasumsi bahwa kebenaran itu dijunjung tinggi sebagai nilai,
sehingga nilai-nilai kemanusiaan Iainnya dikorbankan demi teknologi.
2) Golongan yang
menyatakan bahwa ilmu dan teknologi itu bersifat netral hanya dalam batas-batas
metafisik keilmuwan, sedangkan dalam penggunaan dan penelitiannya harus
berlandaskan pada asas-asas moral atau nilai-nilai. golongan ini berasumsi
bahwa ilmuwan telah mengetahui ekses-ekses yang terjadi apabiia ilmu dan
teknologi disaIahgunakan. Nampaknya iImuwan goiongan kedua yang patut kita
masyarakatkan sikapnya sehingga ilmuwan terbebas dari kecenderungan “pelacuran”
dibidang ilmu dan teknologi, dengan mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan.
Upaya untuk menjinakkan teknologi diantaranya :
1) Mempertimbangkan
atau kalau perlu mengganti kriteria utama dalam menolak atau menerapkan suatu
inovasi teknologi yang didasarkan pada keuntungan ekonomis atau sumbangannya
kepada pertumbuhan ekonomi.
2) Pada tingkat konsekuensi sosial, penerapan teknologi
harus merupakan hasil kesepakatan ilmuan sosial dari berbagai disiplin ilmu.
KEMISKINAN
Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan
untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dikatakan berada di bawah garis
kemiskinan apabila pendapatan tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian,
tempat berteduh, dan lain-lain.
Garis kemiskinan yang menentukan batas minimum pendapatan
yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok, bisa dipengaruhi oleh tiga hal
:
1. Persepsi
manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan
2. Posisi manusia dalam lingkungan sekitar
3. Kebutuhan
objectif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi
Persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, adat istiadat, dan sistem nilai yang
dimiliki. Dalamhal ini garis kemiskinan dapat tinggi atau rendah. Terhadap
posisi manusia dalam lingkungan sosial, bukan ukuran kebutuhan pokok yang
menentukan, melainkan bagaimana posisi pendapatannya ditengah-tengah masyarakat
sekitarnya. Kebutuhan objektif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi
ditentukan oleh komposisi pangan apakah benilai gizi cukup dengan nilai protein
dan kalori cukup sesuai dengan tingkat umur, jenis kelamin, sifat pekerjaan,
keadaan iklim dan lingkungan yang dialaminya.
Kesemuanya dapat tersimpul dalam barang dan jasa dan
tertuangkan dalam nilai uang sebgai patokan bagi penetapan pendapatan minimal
yang diperlukan, sehingga garis kemiskinan ditentukan oleh tingkat pendapatan
minilam ( versi bank dunia, dikota 75 $ dan desa 50 $ AS perjiwa setahun, 1973)
( berapa sekarang ? ).
Berdasarkan ukuran ini maka mereka yang hidup dibawah garis
kemiskinan memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
1. Tidak memiliki factor-faktor produksi sendiri seperti
tanah, modal, ketrampilan. DLL
2. Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset
produksi dengan kekuatan sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan ataua
modal usaha
3. Tingkat
pendidikan mereka rendah, tidak sampai taman SD
4. Kebanyakan
tinggal di desa sebagai pekerja bebas
5. Banyak yang
hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai ketrampilan.
Kemiskinan menurut orang lapangan (umum) dapat dikatagorikan
kedalam tiga unsur :
1. Kemiskinan
yang disebabkan handicap badaniah ataupun mental seseorang
2. Kemiskinan
yang disebabkan oleh bencana alam
3. Kemiskinan buatan. Yang relevan dalam hal ini adalah kemiskinan
buatan, buatan manusia terhadap manusia pula yang disebut kemiskinan
structural. Itulah kemiskinan yang timbul oleh dan dari struktur-struktur buatan manusia, baik struktur ekonomi,
politik, sosial maupun cultural. Selaindisebabkan oleh hal-hal tersebut, juga
dimanfaatkan oleh sikap “penenangan” atau “nrimo”, memandang kemiskinan sebagai
nasib, malahan sebagai takdir Tuhan. Kemiskinan menjadi suatu kebudayaan atau
subkultur, yang mempunya struktur dan way of life yang telah turun temurun melalui
jalur keluarga. Kemiskinan (yagn membudaya) itu disebabkan oleh dan selama
proses perubahan sosial secara fundamental, seperti transisi dari feodalisme ke
kapitalisme, perubahan teknologi yang cepat, kolonialisme, dsb.obatnya tidak
lain adalah revolusi yang sama radikal dan meluasnya.
SUMBER
buku buku elektronik MKDU I S D.pdf