Pembangunan yang
berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan berencana menggunakan dan
mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang terencana dan
berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup. Terlaksananya pembangunan
berwawasan lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara
bijaksana merupakan tujuan utama pengelolaan lingkungan hidup.
1)
Pengertian Dampak Terhadap Lingkungan
Suatu kegiatan proyek
akan mempengaruhi kondisi lingkungan dan akan menimbulkan dampak terhadap
lingkungannya, dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan proyek ini dapat terjadi
pada masa konstruksi maupun masa operasi proyek dan dapat berupa dampak positif
maupun negatif bagi lingkungannya.
2)
Komponen-Komponen Lingkungan
Diantara
komponen-komponen lingkungan yang penting, adalah
a)
Biologi, mencakup sub-komponen:
- · Jenis flora fauna darat (vegetasi dan satwa)
- · Jenis flora fauna perairan (plankton & bentos)
b)
Geofisik, mencakup sub-komponen:
- · Iklim
- · Fisiografi
- · Hidrologi
c)
Kimia, mencakup sub-komponen:
- · Kualitas udara
- · Kualitas air
d)
Sosial Budaya dan Kemasyarakatan, dijabarkan:
- · Demografi industri dan kependudukan
- · Sosial ekonomi
·
Sosial budaya
Implementasi
pembangunan berwawasan lingkungan adalah dengan reboisasi, menanam seribu pohon
dan gerakan bersih lingkungan tampaknya mengalami kendala yang berarti.
Artinya, tidak seimbangnya antara yang ditanam dan yang dieksploitasi menjadi
salah satu penyebabnya. Peraturan perudang-udangan pun tidak mampu mencegah
kerusakan lingkungan ini.
Pembangunan yang
berwawasan lingkungan atau pembangunan berkelanjutan memiliki ciri-ciri
tertentu, yaitu adanya saling keterkaitan beberapa sektor, antara lain lingkungan
dan masyarakat serta kemanfaatan dan pembangunan. Pembangunan akan selalu
berkaitan dan saling berinteraksi dengan lingkungan hidup. Interaksi tersebut
dapat bersifat positif atau negatif. Pengetahuan dan informasi tentang berbagai
interaksi tersebut sangat diperlukan dalam pembangunan berwawasan lingkungan.
Adapun ciri-ciri
pembangunan berwawasan lingkungan antara lain :
1.
Menjamin pemerataan
dan keadilan.
2.
Menghargai
keanekaragaman hayati.
3.
Menggunakan pendekatan
integratif.
4.
Menggunakan pandangan
jangka panjang.
pembangunan berwawasan
lingkungan sangat diperlukan mengingat daya dukung alam ternyata semakin tidak
seimbang dengan laju tuntutan perkembangan pemenuhan kebutuhan hidup. Namun
perkembangan yang dicapai manusia karena majunya derap pembangunan itu membawa
dampak negatif bagi lingkungan yakni rusaknya lingkungan karena pembangunan
yang lebih cenderung berorientasi ekonomis. Terlaksananya pembangunan
berwawasan lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara
bijaksana merupakan tujuan utama pengelolaan lingkungan hidup. Dengan
pembangunan yang terus menerus diharapkan kita tetap mempertahankan aspek-aspek
pemeliharaan dan pelestarian lingkungan sehingga akan tercipta Ruang Terbuka
Hijau Hijau yang ideal yaitu sekitar 40% dari luas wilayah. Contoh dari
pembangunan berwawasan lingkungan misalnya di Unnes sendiri terdapat salah satu
pilar konservasi yaitu Green Architecture (arsitektur hijau).
Contoh Kota Berwawasan
Lingkungan :
BOGOR
Didalam rencana Detail
Tata Ruang (RDTR), umumnya setiap kecamatan telah mempunyai arahan tentang
besaran Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB) dan
Ketinggian Maksimum Bangunan. Untuk lebih mengarahkan pembangunan agar tetap
berwawasan lingkungan, maka perlu pengaturan Koefisien Dasar Hijau (KDH).
Pengaturan KDH adalah untuk mengendalikan pembangunan pada lahan private dan
arahan ini dimaksudkan agar kota tetap mencerminkan karakter alamnya (basic
landscape unit).
Didalam pengaturan Koefisien Dasar Hijau yang bersifat pembangunan privat ini, arahan untuk setiap kecamatan biasanya dibagi menjadi beberapa jenis peruntukan, yaitu: Kavling Rumah Tinggal; Kawasan Perumahan; Kawasan Perdagangan, Jasa dan Komersial; Kavling Industri dan Kawasan Industri.
Untuk mencapai pembangunan kota yang berwawasan lingkungan maka diperlukan rencana pembangunan ruang terbuka hijau kota yang terpadu dan terintegrasi dengan rencana tata ruang kota yang ada. Rencana pembangunan RTH didasarkan pada klasifikasi dan jenis RTH kota yang telah ditetapkan. Disamping itu untuk besaran atau luasan rencana pembangunan RTH untuk masing-masing jenis RTH perlu di diketahui juga kondisi eksisting masing-masing jenis RTH yang ada pada saat ini.
Sebagai contoh, kota Bogor saat ini telah memiliki RTH Kebun Raya dengan luas 72,12 Ha (0,61%), dalam rencana pembangunan RTH tidak ada penambahan luasan, sehingga untuk Kebun Raya luasan RTHnya tetap. Demikian pula Hutan Kota yang ada tidak ada penambahan luasan, tetapi perlu peningkatan kualitas RTHnya. Sedangkan untuk Jalur Hijau Jalan, saat ini luasan hijaunya 138,30 Ha (1,17%) dalam rencana sampai tahun 2025 ditargetkan menjadi 699,42 Ha (5,90%).
Demikian pula Jalur Hijau SUTT kondisi saat ini luasan yang ada 14,36 Ha (0,12%) dalam rencana pembangunan RTH ditargetkan menjadi 249,43 Ha (2,10%). Untuk meningkatkan kualitas visual maupun ekologi kota maka perlu penambahan luasan RTH Pertamanan Kota Bogor, yang semula 89,86 Ha (1,29%) menjadi 242,93 Ha (2,05%).
Jalur hijau sungai yang seharusnya menjadi kawasan lindung saat ini telah banyak diokupasi menjadi pemukiman dan fungsi bangunan lainnya. Oleh karena itu didalam pembangunan RTH perlu mengembalikan fungsi jalur hijau sungai sebagai daerah alami untuk mendukung ekosistem kota. Luasan jalur hijau sungai yang saat ini 181,79 Ha (1,53%) dalam rencana ditargetkan menjadi 832,46 Ha (7,02%).
Ruang terbuka hijau yang akan banyak berkurang karena adanya pembangunan kota adalah Kawasan Hijau Kota, yang saat ini masih berupa tegalan, kebun dan bentuk pertanian kota lainnya.
Kawasan hijau kota sebagian besar dimiliki oleh masyarakat dan swasta. Perubahan kawasan hijau kota menjadi kawasan terbangun tetap harus dikendalikan agar target RTH kota tetap dapat tercapai. Pengendalian RTH kota diatur dalam Peraturan Pemerintah Daerah dengan menerapkan besaran Koefisien Dasar Hijau (KDH) dalam memperoleh Ijin Membangun Bangunan (IMB).
Didalam pengaturan Koefisien Dasar Hijau yang bersifat pembangunan privat ini, arahan untuk setiap kecamatan biasanya dibagi menjadi beberapa jenis peruntukan, yaitu: Kavling Rumah Tinggal; Kawasan Perumahan; Kawasan Perdagangan, Jasa dan Komersial; Kavling Industri dan Kawasan Industri.
Untuk mencapai pembangunan kota yang berwawasan lingkungan maka diperlukan rencana pembangunan ruang terbuka hijau kota yang terpadu dan terintegrasi dengan rencana tata ruang kota yang ada. Rencana pembangunan RTH didasarkan pada klasifikasi dan jenis RTH kota yang telah ditetapkan. Disamping itu untuk besaran atau luasan rencana pembangunan RTH untuk masing-masing jenis RTH perlu di diketahui juga kondisi eksisting masing-masing jenis RTH yang ada pada saat ini.
Sebagai contoh, kota Bogor saat ini telah memiliki RTH Kebun Raya dengan luas 72,12 Ha (0,61%), dalam rencana pembangunan RTH tidak ada penambahan luasan, sehingga untuk Kebun Raya luasan RTHnya tetap. Demikian pula Hutan Kota yang ada tidak ada penambahan luasan, tetapi perlu peningkatan kualitas RTHnya. Sedangkan untuk Jalur Hijau Jalan, saat ini luasan hijaunya 138,30 Ha (1,17%) dalam rencana sampai tahun 2025 ditargetkan menjadi 699,42 Ha (5,90%).
Demikian pula Jalur Hijau SUTT kondisi saat ini luasan yang ada 14,36 Ha (0,12%) dalam rencana pembangunan RTH ditargetkan menjadi 249,43 Ha (2,10%). Untuk meningkatkan kualitas visual maupun ekologi kota maka perlu penambahan luasan RTH Pertamanan Kota Bogor, yang semula 89,86 Ha (1,29%) menjadi 242,93 Ha (2,05%).
Jalur hijau sungai yang seharusnya menjadi kawasan lindung saat ini telah banyak diokupasi menjadi pemukiman dan fungsi bangunan lainnya. Oleh karena itu didalam pembangunan RTH perlu mengembalikan fungsi jalur hijau sungai sebagai daerah alami untuk mendukung ekosistem kota. Luasan jalur hijau sungai yang saat ini 181,79 Ha (1,53%) dalam rencana ditargetkan menjadi 832,46 Ha (7,02%).
Ruang terbuka hijau yang akan banyak berkurang karena adanya pembangunan kota adalah Kawasan Hijau Kota, yang saat ini masih berupa tegalan, kebun dan bentuk pertanian kota lainnya.
Kawasan hijau kota sebagian besar dimiliki oleh masyarakat dan swasta. Perubahan kawasan hijau kota menjadi kawasan terbangun tetap harus dikendalikan agar target RTH kota tetap dapat tercapai. Pengendalian RTH kota diatur dalam Peraturan Pemerintah Daerah dengan menerapkan besaran Koefisien Dasar Hijau (KDH) dalam memperoleh Ijin Membangun Bangunan (IMB).
Sumber;